Selasa, 15 Januari 2013

Russell learns some valuable lessons about copyright. Enjoy it!:)


Pelanggaran Hak Cipta

Selain buku, hak cipta juga diberikan kepada karya orisinal lainnya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra di antaranya program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya; ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu; lagu, gambar, foto, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Karya hasil pengalihwujudan misalnya film yang diangkat dari novel, atau sebaliknya.

UUHC memberikan pencipta seikat hak, yaitu hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak karyanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika penulis menggunakan karya atau ciptaan orang lain dalam tulisan atau bukunya, sangat mungkin ia akan melakukan plagiarisme. Plagiarisme adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, naskah, dan sebagainya dari orang lain secara keseluruhan atau sebagian, tanpa menyebut sumber dan membuatnya seolah-olah tulisan dan pendapat sendiri. Dalam hal demikian, untuk menghindar plagiarisme, penulis perlu mengusahakan untuk mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta sebelum memutuskan untuk menggunakan karya pihak tersebut dalam buku yang sedang dibuat.

Izin menggunakan karya pencipta lain

Hak cipta atas sebuah buku dapat dipegang penciptanya sendiri, yaitu si penulis (author), atau, pihak lain, misalnya penerbitnya (publisher). Pemegang Hak Cipta dapat berbeda dari Pencipta dalam hal terjadi pengalihan hak cipta dari Pencipta kepada si Pemegang Hak Cipta. Bisa juga Pemegang Hak Cipta adalah pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut pertama kali dari Pencipta.

Jika diketahui siapa pemegang hak ciptanya, sebaiknya penulis menghubungi langsung pemegang hak ciptanya. Saat ini Direktorat Hak Cipta, Ditjen HKI, Kementerian Hukum dan HAM RI belum menyediakan data yang lengkap untuk seseorang melakukan pencarian mengenai informasi pencipta atau pemegang hak cipta. Penulis harus melakukan pencarian informasi sendiri melalui internet atau secara pribadi. Permintaan izin harus dibuat tertulis berupa surat yang berisi informasi spesifik tentang karya yang akan digunakan dan bagaimana penggunaanya. Pastikan juga untuk mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta secara tertulis.

Izin tidak diperlukan manakala penulis mengutip atau menyalin materi-materi berikut, karena tidak memiliki hak cipta:
·         hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
·         peraturan perundang-undangan;
·         pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
·         putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
·         keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

Sumber : 


Senin, 14 Januari 2013

Hak Paten Terhadap Lagu


Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 sebagai perbaikan dari Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982 mulai disosialisasikan. Musisi Indonesia dituntut lebih kreatif dan hati-hati dalam mengarang lagu. Salah satu hal yang paling ditekankan dalam sosialisasi tersebut adalah hal baru yang disebut substantial part. ”Yaitu, bagian terpenting dalam musik yang pernah dikenal orang,” jelas James F. Sundah, musisi senior sekaligus ketua bidang teknologi informasi dan apresiasi seni PAPPRI.

Substantial part mempertegas batasan sebuah lagu dikatakan plagiat atau tidak. Sebelumnya, kata James, sebuah lagu dikatakan plagiat alias menyontek jika memiliki kesamaan dengan lagu lainnya sebanyak 8 bar.

”Tapi, dengan aturan baru ini, belum sampai satu bar pun, jika sudah terdengar seperti lagu milik orang lain, bisa dikatakan plagiat,” jelasnya setelah pengumuman Lomba Cipta Nyanyian Anak Bangsa 2008 di Hotel Millenium Minggu.

Kesamaan itu bisa dalam bentuk lirik ataupun notasi musik. Dewan Hak Cipta lah yang paling berhak mengawasi jika terjadi pelanggaran tersebut. ”Dewan itu terdiri atas tokoh budaya, psikolog, antropolog, dan sebagainya. Jumlahnya ganjil sehingga saat terjadi voting, akan ada pihak yang dominan. Di Amerika Serikat sendiri jumlahnya antara 19 atau 21 orang,” papar pria kelahiran Semarang, 1 Desember 1955, itu.

Sejauh ini, banyak musisi –terutama industri musik di Indonesia– masih menganggap lagu contekan itu jika ada kesamaan 8 bar. Karena itu, tidak heran jika kebanyakan lagu yang beredar sekarang memiliki kesamaan. ”Sebab, mereka pikir, ada kesamaan sampai tujuh bar saja bukan masalah,” ujarnya.

Alasannya, lagu yang ditiru tersebut komersial. Padahal, menurut James, hal tersebut berdampak negatif pada kualitas dan kreativitas musisi di Indonesia. Itu pula yang menjadi salah satu penyebab musik Indonesia belum bisa diterima masyarakat internasional.

Kamis, 10 Januari 2013

Hak Cipta


Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
  
Sejarah Hak Cipta

Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya “hak salin”). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (”Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra” atau “Konvensi Bern”) pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.

Rabu, 09 Januari 2013

Jenis-jenis Ciptaan yang Dilindungi oleh Undang-undang Hak Cipta


-  Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain.
- Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
- Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
- Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musical, tari koreografi, pewayangan dan pantomime.
- Senirupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
- Arsitektur, peta; seni batik; fotografi; sinematografi.
- Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Jenis-jenis ciptaan yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan :
- Ciptaan di luar bidang ilmu pengentahuan, seni dan sastra.
- Ciptaan yang tidak orisinil.
- Ciptaan yang tidak diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata.
- Ciptaan yang sudah merupakan milik umum.

Sumber :

http://www.trademarkindonesia.com/id/hakcipta.html