Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 sebagai perbaikan dari
Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982 mulai disosialisasikan. Musisi Indonesia
dituntut lebih kreatif dan hati-hati dalam mengarang lagu. Salah satu hal yang
paling ditekankan dalam sosialisasi tersebut adalah hal baru yang disebut
substantial part. ”Yaitu, bagian terpenting dalam musik yang pernah dikenal
orang,” jelas James F. Sundah, musisi senior sekaligus ketua bidang teknologi informasi
dan apresiasi seni PAPPRI.
Substantial part mempertegas batasan sebuah lagu
dikatakan plagiat atau tidak. Sebelumnya, kata James, sebuah lagu dikatakan
plagiat alias menyontek jika memiliki kesamaan dengan lagu lainnya sebanyak 8
bar.
”Tapi, dengan aturan baru ini, belum sampai satu bar pun,
jika sudah terdengar seperti lagu milik orang lain, bisa dikatakan plagiat,”
jelasnya setelah pengumuman Lomba Cipta Nyanyian Anak Bangsa 2008 di Hotel
Millenium Minggu.
Kesamaan itu bisa dalam bentuk lirik ataupun notasi
musik. Dewan Hak Cipta lah yang paling berhak mengawasi jika terjadi
pelanggaran tersebut. ”Dewan itu terdiri atas tokoh budaya, psikolog,
antropolog, dan sebagainya. Jumlahnya ganjil sehingga saat terjadi voting, akan
ada pihak yang dominan. Di Amerika Serikat sendiri jumlahnya antara 19 atau 21
orang,” papar pria kelahiran Semarang, 1 Desember 1955, itu.
Sejauh ini, banyak musisi –terutama industri musik di
Indonesia– masih menganggap lagu contekan itu jika ada kesamaan 8 bar. Karena
itu, tidak heran jika kebanyakan lagu yang beredar sekarang memiliki kesamaan.
”Sebab, mereka pikir, ada kesamaan sampai tujuh bar saja bukan masalah,”
ujarnya.
Alasannya, lagu yang ditiru tersebut komersial. Padahal,
menurut James, hal tersebut berdampak negatif pada kualitas dan kreativitas
musisi di Indonesia. Itu pula yang menjadi salah satu penyebab musik Indonesia
belum bisa diterima masyarakat internasional.
”Sulit kita pasarkan lagu kita ke dunia. Sebab mereka
bilang, ’Kok lagunya mirip Muse, mirip U2, mirip Queen, mirip lagu dari negara
ini, itu’,” jelas pria kurus berambut gondrong itu.
Oleh beberapa musisi Indonesia, tidak hanya musik dari
luar negeri yang notasi dan liriknya ditiru. Sesama musisi Indonesia pun banyak
kesamaan. ”Walau begitu, ada juga lagu baru yang benar-benar orisinal, tidak
menyontek,” ujarnya.
James menegaskan, pihaknya sedang tidak menyindir atau
hendak menghukum siapa-siapa. Hanya, menurut dia, perlu disosialisasikan aturan
dari Undang-Undang Hak Cipta terbaru itu, khususnya pada bagian substantial
part. ”Bukan hanya tentang lirik dan notasi, tapi juga judul lagu,” imbuhnya.
Menurut James, UU terdahulu mengacu kepada hukum di
Belanda yang dibuat pada 1925. Padahal, di Belanda sendiri aturan itu sudah
diganti. ”Jika tetap terjadi plagiat, pelakunya akan disidang di Pengadilan
Niaga,” tuturnya.
Di Inggris, kata James, contoh ketegasan kepada plagiator
lagu sudah terjadi sekitar 1968 ketika The Beatles bubar. George Harrison,
salah seorang personelnya, kemudian merilis lagu yang kemudian digugat musisi
dari kota kecil. ”Pada akhirnya, Harrison dinyatakan bersalah oleh pengadilan
tinggi, meskipun sebelumnya pengadilan rendah memenangkannya,” kisah
James.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar